Ojo Grusa-grusu

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar ungkapan bahasa Jawa ’’Ojo grusa-grusu’’, ’’Ojo kesusu’’, dan ’’Alon-alon asal kelakon’’. Ketiga falsafah Jawa ini punya pengertian kurang lebih sama: jangan tergesa-gesa! ’’Ojo grusa grusu’’ itu artinya jangan gegabah, ’’Ojo kesusu’’ itu jangan terburu-buru, dan ’’Alon-alon asal kelakon’’ itu biar lambat asal selamat.

Biasanya, nasihat ini disampaikan orangtua kepada anaknya. ’’Dipikir sing tenang yo Le sak durunge mutusno, ojo grusa-grusu, mengko keliru.’’ (Pikirkan dengan tenang ya Nak sebelum memutuskan sesuatu, jangan gegabah, nanti keputusannya keliru). ’’Mengko nek njawab soal ujian sing tenanan, ojo kesusu yo Le, mengko mundak salah.’’ (Nanti kalau menjawab soal ujian yang sungguh-sungguh, jangan terburu-buru, nanti malah salah). ’’Ora usah banter-banter nek numpak motor. Alon-alon asal kelakon.’’ (Tidak usah ngebut kalau naik motor. Pelan-pelan asal selamat).

Dari contoh kalimat ini jelas bahwa tergesa-gesa itu berdampak buruk, yang ujung-ujungnya membawa penyesalan. Tergesa-gesa dalam hal apa saja tidak lah baik, karena di dalam hadis riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa tergesa-gesa termasuk perbuatan setan. Bahkan dalam hal ibadah pun kita tidak boleh tergesa-gesa.

Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, ’’Apabila kamu mendengar iqamah, maka pergilah salat (berjamaah). Hendaklah kamu bersikap tenang dan tenteram, jangan tergesa-gesa. Apa yang kamu dapati, salatlah kamu bersama mereka; dan apa yang terlewatkan (ketinggalan), maka sempurnakanlah.’’ (HR Bukhari).

Salat hendaknya dilakukan dengan khusyuk (tenang) dan tuma’ninah (berhenti sebentar di tiap gerakan). Tidak tergesa-gesa.
Abu Qatadah berkata, ’’Rasulullah bersabda, ’Apabila salat didirikan, maka janganlah kamu berdiri sehingga kamu melihatku (dan hendaklah kamu bersikap tenang).’’’ (HR Bukhari).

Manusia memang bersifat tergesa-gesa. Hal itu termaktub dalam Alquran Surat Al Anbiyaa’: 37 yang berbunyi: ’’Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perIihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.’’

Nasihat ’’Ojo grusa-grusu’’, ’’Ojo kesusu’’, dan ’’Alon-alon asal kelakon’’ ini memang sederhana. Namun, nasihat sederhana ini mengandung makna mendalam dan membawa manfaat besar. Nasihat ini merefleksikan keharmonisan kehidupan antara fisikal, emosional, mental, dan spiritual.

Di era generasi gadget yang menuntut serba cepat ini, nasihat semacam ini kerap dianggap kuno. Usang. Ketinggalan zaman. Tidak mengikuti prinsip ’’siapa cepat dapat!’’ Padahal, makna filosofi Jawa ini bukan berarti klemar-klemer alias klelat-klelet alias nyantai. Tapi lebih menekankan kepada kecermatan, ketepatan, kewaspadaan, dan kehati-hatian. Bergegas itu berbeda dengan tergesa-gesa.

Di antara sifat tergesa-gesa yang harus dijauhi adalah memutuskan sebelum mempertimbangkan. Jika itu dilakukan, maka nanti keputusannya tidak cermat, ngawur, keliru, berisiko, dan merugikan.

Pada Senin, 27 April 2015, terpidana mati asal Filipina, MJV, ditunda eksekusi matinya. Sebab, pelaku yang diduga melakukan perdagangan manusia terhadap MJV menyerahkan diri ke otoritas Filipina. Pelaku itu bernama Kristina Sergio.

Ia menyerahkan diri di detik-detik akhir dan membuat Presiden Filipina bertemu Presiden Jokowi di Malaysia pada Senin, 27 April 2015. Akhirnya hal itu membuat Jokowi menunda eksekusi mati MJV yang sedianya dieksekusi bersama 8 terpidana mati lainnya pada pukul 00.35 WIB, Rabu, 29 April 2015. Kesaksian MJV diperlukan dalam pemeriksaan kasus tersebut, sehingga eksekusi harus ditunda.

Penundaan (bukan dibatalkan) eksekusi ini sungguh tepat, karena terdapat bukti baru. Ini bukan plintat-plintut. Ini juga bukan mencla-mencle. Ini bukan berarti tidak konsisten. Isuk dele sore tempe (pagi kedelai sore tempe). Tapi bentuk kehati-hatian pemerintah dalam memutuskan. Justru sangat berbahaya dan akan menyesal seumur hidup jika eksekusi ini tetap dilaksanakan sementara ada bukti baru.

Eksekusi mati ini harus diputuskan sangat hati-hati, cermat, dan dipertimbangkan matang berdasarkan bukti-bukti kuat. Dipastikan sepasti-pastinya bahwa yang dieksekusi itu benar-benar gembong narkoba, bukan kurir, apalagi korban konspirasi.

Jika belum bisa memastikan apakah ia gembong narkoba, sebaiknya jangan dihukum mati. Cukup dipenjara seumur hidup hingga diketemukan kepastian kebenarannya. Sebab, sekali salah memutuskan, ia tidak bisa dihidupkan lagi. Ojo grusa-grusu. Grusa-grusu iku dulure setan. (Jangan tergesa-gesa. Ketergesaan itu saudaranya setan). (*)

~ by ariyanto on 29 April 2015.

Leave a comment